Translate

Sabtu, 14 September 2013

CARA JITU MENEMBUS PNS

Untuk Teman-teman yang ingin mengabdi pada masyarakat dan negara

Mengapa banyak orang ingin menjadi PNS?

Siapa bilang menjadi PNS itu tidak menyenangkan, kenyataaan telah membuktikan bahwa minat menjadi PNS semakin bertambah, karena dengan menjadi PNS anda akan mempunyai keuntungan :

-Keamanan Jaminan Kerja,karena diangkat dengan SK Menteri, Gubernur, Walikota atau Bupati.
-Gaji Pasti dan Tinggi, ada gaji pokok dan berbagai macam jenis tunjangan
-Lupakan PHK? ... pernah dengar PNS di PHK, jarang sekali kecuali anda melakukan kesalahan-kesalahan berat.
-Punya Jenjang Jabatan yang Jelas.
-Promosi Jabatan. dari Kepala Seksi hingga Dirjen, bahkan Menteri.
-Kuliah dan Training gratis dari pemerintah, baik dari S1 sampai S3.
-Pensiun Dijamin.
-dan banyak lagi

Baca seengkapnya disini...............................................
http://www.latihansoal.com/?id=arichi41

Senin, 02 September 2013

Kisah Umar bin Khattab dan Pengembala Kambing




Khalifah Umar bin Khattab merupakan sosok pemimpin setelah meninggalnya Rasulullah Muhammad SAW yang sangat disegani. Ini karena Umar terkenal sangat teguh menjaga amanah dan tidak mau menyimpang.

Kala itu, Umar sedang mengadakan perjalanan ke suatu tempat. di tengah perjalanan, dia bertemu dengan seorang anak penggembala kambing.

Anak ini hidup sebatang kara karena kedua orang tuanya telah meninggal dunia. Dia pun hidup mengandalkan upah yang diperolehnya dengan menggembala kambing.

Melihat si anak itu, Umar kemudian ingin menguji apakah anak ini dapat bersikap jujur dan amanah. Maka, didekatilah si anak ini.

"Banyak sekali kambing yang kau pelihara. Semuanya bagus dan gemuk-gemuk. Juallah kepadaku barang satu ekor saja," kata Khalifah Umar kepada si anak gembala.

"Saya bukan pemilik kambing-kambing ini. Saya hanya menggembalakan kambing-kambing ini dan memungut upah darinya," kata anak gembala.

"Katakan saja kepada majikanmu, salah satu kambingnya dimakan serigala," ucap Khalifah Umar.

Anak gembala itu terdiam. Sejenak kemudian, dia lalu berkata, "Apakah Tuan Islam? Umar pun menjawab, "Ya Saya Islam" Jika Tuan Islam Di mana Allah? Jika tuan menyuruh saya berbohong, di mana Allah? Bukankah Allah Maha Melihat & Maha Mengetahui? Apakah tuan mau menjeruskan saya ke dalam neraka karena telah berbohong?"

Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar menitikkan air mata. Dipeluknya anak gembala itu, lalu dia meminta agar si anak gembala itu mengantarkannya kepada sang majikan.

Setelah bertemu dengan majikan si anak gembala, Khalifah Umar kemudian menawar harga anak itu. Kesepakatan terjadi, dan si anak gembala ini dimerdekakan oleh Khalifah Umar.

Selain itu, Khalifah Umar juga membeli semua kambing yang digembalakan si anak tadi. Kambing-kambing itu kemudian diberikan kepada si anak gembala, dan menjadi hak penuh miliknya, sebagai hadiah atas kejujuran dan amanah si anak tadi.

Ludahan untuk Al bin abi Thalib



Dalam sebuah pertempuran, Ali bin Abi Thalib berhasil mengalahkan seorang kafir. Kala itu, Ali menjatuhkan musuhnya setelah terjadi duel.

Ali kemudian menempelkan ujung pedangnya di leher orang kafir itu, dan hampir saja melukainya karena marah. Dalam kondisi terdesak, si kafir kemudian meludahi wajah Ali bin Abi Thalib dan membuatnya tercengang.

Ali kemudian menarik pedangnya menjauhi leher si kafir. Niat untuk membunuh si kafir urung dijalankan oleh Ali.

Ali lantas berkata, "Membunuhmu adalah perbuatan kurang bijaksana bagiku. Pergilah, aku tidak akan membunuhmu."

Si kafir kemudian bertanya, "Kenapa engkau tidak membunuhku? Bukankah aku ini musuhmu?"

Ali menjawab dengan mengatakan, "Ketika pedangku berada di lehermu, saya sangat berniat membunuhmu. Tetapi ketika engkau ludahi saya, saya tersadar, jika saya membunuhmu, itu bukan karena Allah, melainkan karena saya dalam keadaan marah."

Mendengar perkataan Ali, si kafir kemudian tertunduk dan menyungkur seraya memegang kaki Ali bin Abi Thalib. "Ajarkan aku syahadat," kata si kafir itu sambil menangis.

Ali pun menuntun si kafir untuk mengucapkan kalimat syahadat. "Saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan saya bersaksi Muhammad adalah utusan Allah," kata Ali, yang diikuti si kafir.

Demikian, Ali membimbing si kafir memeluk Islam. Sengitnya pertempuran tidak menjadi penghalang untuk meniti kebenaran

ketegasan UMAR BIN KHATTAB dalam memberi hukuman




Sebagai seorang Khalifah, Umar bin Khattab terkenal sangat tegas dan tidak memberikan toleransi terhadap segala bentuk pelanggaran. Dia menghukum semua pelaku pelanggaran tanpa pandang bulu, termasuk putranya sendiri, Abdurrahman.

Abdurrahman merupakan salah satu putra Umar yang tinggal di Mesir. Dia telah melakukan pelanggaran dengan meminum khamr bersama dengan temannya hingga mabuk.

Abdurrahman kemudian menghadap ke Gubernur Mesir waktu itu, Amr bin Ash, meminta agar dihukum atas perbuatan yang telah dilakukannya. Amr bin Ash pun menghukum Abdurahman dan temannya dengan hukuman cambuk.

Tetapi, Amr bin Ash ternyata memberikan perlakuan yang berbeda. Jika teman Abdurrahman dihukum di hadapan umum, maka si putra Khalifah ini dihukum di ruang tengah rumahnya.

Umar bin Khattab pun mendengar kabar itu. Dia kemudian mengirim surat kepada Amr bin Ash agar memerintahkan Abdurrahman kembali ke Madinah dengan membungkuk, dengan maksud agar si anak dapat merasakan bagaimana menempuh perjalanan dengan kondisi yang sulit.

Amr bin Ash kemudian melaksanakan isi surat itu dan mengirim kembali surat balasan yang berisi permohonan maaf karena telah menghukum Abdurrahman tidak di hadapan umum. Umar tidak mau menerima cara itu.

Mendapat perintah itu, Abdurrahman kemudian kembali ke Madinah sesuai perintah, yaitu dengan berjalan membungkuk. Dia begitu kelelahan ketika sampai di Madinah.

Tanpa memperhatikan kondisi putranya, Umar bin Khattab langsung menyuruh algojo untuk melaksanakan hukuman cambuk kepada putranya. Seorang sahabat sepuh, Abdurrahman bin Auf pun mengingatkan agar Umar tak melakukan hal itu.

"Wahai Amirul Mukminin, Abdurrahman telah menjalani hukumannya di Mesir. Apakah perlu diulangi lagi?" kata Abdurrahman bin Auf.

Umar pun tidak mau menghiraukan perkataan Abdurrahman bin Auf. Dia meminta Algojo segera melaksanakan penghukuman itu.

Kemudian, Umar mengingatkan kepada seluruh kaum muslim akan hadis Rasulullah tentang kewajiban menegakkan hukum, "Sesungguhnya umat sebelum kamu telah dibinasakan oleh Allah karena apabila di antara mereka ada orang besar bersalah, dibiarkannya, tetapi jika orang kecil yang bersalah, dia dijatuhi hukuman seberat-beratnya."

Abdurrahman lalu dicambuk berkali-kali di hadapan Umar. Dia pun meronta-ronta meminta tolong agar ayahnya mengurangi hukuman itu, tetapi Umar sama sekali tidak menghiraukan.

Bahkan, teriakan Abdurrahman semakin menjadi, dan mengatakan, "Ayah membunuh saya." Sekali lagi, Umar tidak menghiraukan perkataan anaknya.

Hukuman itu terus dijalankan sampai Abdurrahman dalam kondisi sangat kritis. Melihat hal itu, Umar hanya berkata, "Jika kau bertemu Rasulullah SAW, beritahukan bahwa ayahmu melaksanakan hukuman."

Akhirnya, Abdurrahman pun meninggal dalam hukuman. Umar sama sekali tidak menunjukkan kesedihan.

Usai hukuman terhadap Abdurrahman dijalankan, Umar melakukan pelacakan terhadap siapa saja penyebar khamr. Tidak hanya peminum, bahkan sampai penjual khamr pun mendapat hukuman yang berat.
(Disarikan dari buku 'Kisah Keadilan Para Pemimpin Islam' Nasiruddin)

Sabtu, 17 Agustus 2013

Riwayat umar bin khattabb

"Ya Allah...buatlah Islam ini kuat dengan masuknya salah satu dari kedua orang ini. Amr bin Hisham atau Umar bin Khattab." Salah satu dari doa Rasulullah pada saat Islam masih dalam tahap awal penyebaran dan masih lemah. Doa itu segera dikabulkan oleh Allah. Allah memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam, sedangkan Amr bin Hisham meninggal sebagai Abu Jahal.

Umar bin Khattab dilahirkan 12 tahun setelah kelahiran Rasulullah saw. Ayahnya bernama Khattab dan ibunya bernama Khatmah. Perawakannya tinggi besar dan tegap dengan otot-otot yang menonjol dari kaki dan tangannya, jenggot yang lebat dan berwajah tampan, serta warna kulitnya coklat kemerah-merahan.

Beliau dibesarkan di dalam lingkungan Bani Adi, salah satu kaum dari suku Quraisy. Beliau merupakan khalifah kedua didalam islam setelah Abu Bakar As Siddiq.

Nasabnya adalah .Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qarth bin Razah bin 'Adiy bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib. Nasab beliau bertemu dengan nasab Nabi pada kakeknya Ka'ab. Antara beliau dengan Nabi selisih 8 kakek. lbu beliau bernama Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah al-Makhzumiyah. Rasulullah memberi beliau "kun-yah" Abu Hafsh (bapak Hafsh) karena Hafshah adalah anaknya yang paling tua dan memberi "laqab" (julukan) Al Faruq.



Umar bin Khattab masuk Islam

Sebelum masuk Islam, Umar bin Khattab dikenal sebagai seorang yang keras permusuhannya dengan kaum Muslimin, bertaklid kepada ajaran nenek moyangnya dan melakukan perbuatan-perbuatan jelek yang umumnya dilakukan kaum jahiliyah, namun tetap bisa menjaga harga diri. Beliau masuk Islam pada bulan Dzulhijah tahun ke-6 kenabian, tiga hari setelah Hamzah bin Abdul Muthalib masuk Islam.

Ringkas cerita, pada suatu malam beliau datang ke Masjidil Haram secara sembunyi-sembunyi untuk mendengarkan bacaan shalat Nabi. Waktu itu Nabi membaca surat Al Haqqah. Umar bin Khattab kagum dengan susunan kalimatnya lantas berkata pada dirinya sendiri- "Demi Allah, ini adalah syair sebagaimana yang dikatakan kaum Quraisy." Kemudian beliau mendengar Rasulullah membaca ayat 40-41 (yang menyatakan bahwa Al Qur'an bukan syair), lantas beliau berkata, "Kalau begitu berarti dia itu dukun." Kemudian beliau mendengar bacaan Nabi ayat 42, (Yang menyatakan bahwa Al-Qur'an bukan perkataan dukun.) akhirnya beliau berkata, "Telah terbetik lslam di dalam hatiku." Akan tetapi karena kuatnya adat jahiliyah, fanatik buta, pengagungan terhadap agama nenek moyang, maka beliau tetap memusuhi Islam.

Kemudian pada suatu hari, beliau keluar dengan menghunus pedangnya bermaksud membunuh Nabi. Dalam perjalanan, beliau bertemu dengan Nu`aim bin Abdullah al 'Adawi, seorang laki-laki dari Bani Zuhrah. Lekaki itu berkata kepada Umar bin Khattab, "Mau kemana wahai Umar?" Umar bin Khattab menjawab, "Aku ingin membunuh Muhammad." Lelaki tadi berkata, "Bagaimana kamu akan aman dari Bani Hasyim dan Bani Zuhrah, kalau kamu membunuh Muhammad?" Maka Umar menjawab, "Tidaklah aku melihatmu melainkan kamu telah meninggalkan agama nenek moyangmu." Tetapi lelaki tadi menimpali, "Maukah aku tunjukkan yang lebih mencengangkanmu, hai Umar? Sesuugguhnya adik perampuanmu dan iparmu telah meninggalkan agama yang kamu yakini."

Kemudian dia bergegas mendatangi adiknya yang sedang belajar Al Qur'an, surat Thaha kepada Khabab bin al Arat. Tatkala mendengar Umar bin Khattab datang, maka Khabab bersembunyi. Umar bin Khattab masuk rumahnya dan menanyakan suara yang didengarnya. Kemudian adik perempuan Umar bin Khattab dan suaminya berkata, "Kami tidak sedang membicarakan apa-apa." Umar bin Khattab menimpali, "Sepertinya kalian telah keluar dari agama nenek moyang kalian." Iparnya menjawab, "wahai Umar, apa pendapatmu jika kebenaran itu bukan berada pada agamamu?" Mendengar ungkapan tersebut Umar bin Khattab memukulnya hingga terluka dan berdarah, karena tetap saja saudaranya itu mempertahankan agama Islam yang dianutnya, Umar bin Khattab berputus asa dan menyesal melihat darah mengalir pada iparnya.

Umar bin Khattab berkata, 'Berikan kitab yang ada pada kalian kepadaku, aku ingin membacanya.' Maka adik perempuannya berkata," Kamu itu kotor. Tidak boleh menyentuh kitab itu kecuali orang yang bersuci. Mandilah terlebih dahulu!" lantas Umar bin Khattab mandi dan mengambil kitab yang ada pada adik perempuannya. Ketika dia membaca surat Thaha, dia memuji dan muliakan isinya, kemudian minta ditunjukkan keberadaan Rasulullah.

Tatkala Khabab mendengar perkataan Umar bin Khattab, dia muncul dari persembunyiannya dan berkata, "Aku akan beri kabar gembira kepadamu, wahai Umar! Aku berharap engkau adalah orang yang didoakan Rasulullah pada malam Kamis, 'Ya Allah, muliakan Islam.dengan Umar bin Khatthab atau Abu Jahl (Amru) bin Hisyam.' Waktu itu, Rasulullah berada di sebuah rumah di daerah Shafa." Umar bin Khattab mengambil pedangnya dan menuju rumah tersebut, kemudian mengetuk pintunya. Ketika ada salah seorang melihat Umar bin Khattab datang dengan pedang terhunus dari celah pintu rumahnya, dikabarkannya kepada Rasulullah. Lantas mereka berkumpul. Hamzah bin Abdul Muthalib bertanya, "Ada apa kalian?" Mereka menjawab, 'Umar (datang)!" Hamzah bin Abdul Muthalib berkata, "Bukalah pintunya. Kalau dia menginginkan kebaikan, maka kita akan menerimanya, tetapi kalau menginginkan kejelekan, maka kita akan membunuhnya dengan pedangnya." Kemudian Nabi menemui Umar bin Khattab dan berkata kepadanya. "... Ya Allah, ini adalah Umar bin Khattab. Ya Allah, muliakan Islam dengan Umar bin Khattab." Dan dalam riwayat lain: "Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan Umar."

Seketika itu pula Umar bin Khattab bersyahadat, dan orang-orang yang berada di rumah tersebut bertakbir dengan keras. Menurut pengakuannya dia adalah orang yang ke-40 masuk Islam. Abdullah bin Mas'ud berkomentar, "Kami senantiasa berada dalam kejayaan semenjak Umar bin Khattab masuk Islam."



Kepemimpinan Umar bin Khattab

Keislaman beliau telah memberikan andil besar bagi perkembangan dan kejayaan Islam. Beliau adalah pemimpin yang adil, bijaksana, tegas, disegani, dan selalu memperhatikan urusan kaum muslimin. Pemimpin yang menegakkan ketauhidan dan keimanan, merobohkan kesyirikan dan kekufuran, menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah. Beliau adalah orang yang paling baik dan paling berilmu tentang al-Kitab dan as-Sunnah setelah Abu Bakar As Siddiq.

Kepemimpinan Umar bin Khattab tak seorangpun yang dapat meragukannya. Seorang tokoh besar setelah Rasulullah SAW dan Abu Bakar As Siddiq. Pada masa kepemimpinannya kekuasaan islam bertambah luas. Beliau berhasil menaklukkan Persia, Mesir, Syam, Irak, Burqah, Tripoli bagian barat, Azerbaijan, Jurjan, Basrah, Kufah dan Kairo.

Dalam masa kepemimpinan sepuluh tahun Umar bin Khattab itulah, penaklukan-penaklukan penting dilakukan Islam. Tak lama sesudah Umar bin Khattab memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, pasukan Islam menduduki Suriah dan Palestina, yang kala itu menjadi bagian Kekaisaran Byzantium. Dalam pertempuran Yarmuk (636), pasukan Islam berhasil memukul habis kekuatan Byzantium. Damaskus jatuh pada tahun itu juga, dan Darussalam menyerah dua tahun kemudian. Menjelang tahun 641, pasukan Islam telah menguasai seluruh Palestina dan Suriah, dan terus menerjang maju ke daerah yang kini bernama Turki. Tahun 639, pasukan Islam menyerbu Mesir yang juga saat itu di bawah kekuasaan Byzantium. Dalam tempo tiga tahun, penaklukan Mesir diselesaikan dengan sempurna.

Penyerangan Islam terhadap Irak yang saat itu berada di bawah kekuasaan Kekaisaran Persia telah mulai bahkan sebelum Umar bin Khattab naik jadi khalifah. Kunci kemenangan Islam terletak pada pertempuran Qadisiya tahun 637, terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Menjelang tahun 641, seseluruh Irak sudah berada di bawah pengawasan Islam. Dan bukan hanya itu, pasukan Islam bahkan menyerbu langsung Persia dan dalam pertempuran Nehavend (642), mereka secara menentukan mengalahkan sisa terakhir kekuatan Persia. Menjelang wafatnya Umar bin Khattab di tahun 644, sebagian besar daerah barat Iran sudah terkuasai sepenuhnya. Gerakan ini tidak berhenti tatkala Umar bin Khattab wafat. Di bagian timur mereka dengan cepat menaklukkan Persia dan bagian barat mereka mendesak terus dengan pasukan menyeberang Afrika Utara.

Selain pemberani, Umar bin Khattab juga seorang yang cerdas. Dalam masalah ilmu diriwayatkan oleh Al Hakim dan Thabrani dari Ibnu Mas’ud berkata, ”Seandainya ilmu Umar bin Khattab diletakkan pada tepi timbangan yang satu dan ilmu seluruh penghuni bumi diletakkan pada tepi timbangan yang lain, niscaya ilmu Umar bin Khattab lebih berat dibandingkan ilmu mereka. Mayoritas sahabatpun berpendapat bahwa Umar bin Khattab menguasai 9 dari 10 ilmu. Dengan kecerdasannya beliau menelurkan konsep-konsep baru, seperti menghimpun Al Qur’an dalam bentuk mushaf, menetapkan tahun hijriyah sebagai kalender umat Islam, membentuk kas negara (Baitul Maal), menyatukan orang-orang yang melakukan sholat sunah tarawih dengan satu imam, menciptakan lembaga peradilan, membentuk lembaga perkantoran, membangun balai pengobatan, membangun tempat penginapan, memanfaatkan kapal laut untuk perdagangan, menetapkan hukuman cambuk bagi peminum "khamr" (minuman keras) sebanyak 80 kali cambuk, mencetak mata uang dirham, audit bagi para pejabat serta pegawai dan juga konsep yang lainnya.

Namun dengan begitu beliau tidaklah menjadi congkak dan tinggi hati. Justru beliau seorang pemimpin yang zuhud lagi wara’. Beliau berusaha untuk mengetahui dan memenuhi kebutuhan rakyatnya. Dalam satu riwayat Qatadah berkata, ”Pada suatu hari Umar bin Khattab memakai jubah yang terbuat dari bulu domba yang sebagiannnya dipenuhi dengan tambalan dari kulit, padahal waktu itu beliau adalah seorang khalifah, sambil memikul jagung ia lantas berjalan mendatangi pasar untuk menjamu orang-orang.” Abdullah, puteranya berkata, ”Umar bin Khattab berkata, ”Seandainya ada anak kambing yang mati di tepian sungai Eufrat, maka umar merasa takut diminta pertanggung jawaban oleh Allah SWT.”

Beliaulah yang lebih dahulu lapar dan yang paling terakhir kenyang, Beliau berjanji tidak akan makan minyak samin dan daging hingga seluruh kaum muslimin kenyang memakannya…

Tidak diragukan lagi, khalifah Umar bin Khattab adalah seorang pemimpin yang arif, bijaksana dan adil dalam mengendalikan roda pemerintahan. Bahkan ia rela keluarganya hidup dalam serba kekurangan demi menjaga kepercayaan masyarakat kepadanya tentang pengelolaan kekayaan negara. Bahkan Umar bin Khattab sering terlambat salat Jum'at hanya menunggu bajunya kering, karena dia hanya mempunyai dua baju.

Kebijaksanaan dan keadilan Umar bin Khattab ini dilandasi oleh kekuatirannya terhadap rasa tanggung jawabnya kepada Allah SWT. Sehingga jauh-jauh hari Umar bin Khattab sudah mempersiapkan penggantinya jika kelak dia wafat. Sebelum wafat, Umar berwasiat agar urusan khilafah dan pimpinan pemerintahan, dimusyawarahkan oleh enam orang yang telah mendapat ridha Nabi SAW. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Thalhah bin Ubaidilah, Zubair binl Awwam, Sa'ad bin Abi Waqqash, dan Abdurrahman bin Auf. Umar menolak menetapkan salah seorang dari mereka, dengan berkata, aku tidak mau bertanggung jawab selagi hidup sesudah mati. Kalau AIlah menghendaki kebaikan bagi kalian, maka Allah akan melahirkannya atas kebaikan mereka (keenam orang itu) sebagaimana telah ditimbulkan kebaikan bagi kamu oleh Nabimu.

Umar Bin Khattab



Wafatnya Umar bin Khattab

Pada hari Rabu bulan Dzulhijah tahun 23 H Umar Bin Kattab wafat, Beliau ditikam ketika sedang melakukan Shalat Subuh oleh seorang Majusi yang bernama Abu Lu’luah, budak milik al-Mughirah bin Syu’bah diduga ia mendapat perintah dari kalangan Majusi. Umar bin Khattab dimakamkan di samping Nabi saw dan Abu Bakar as Siddiq, beliau wafat dalam usia 63 tahun.

Minggu, 04 Agustus 2013

kisah julaibib dan istri yang taat

Kisah sahabat rosulullah Julaibib dan Istri Yang Taat pada Allah dan Rosul nya

Wanita yang benar-benar shalihah ibarat seseorang yang tahan memegang bara api yang panas …
Jika telah sampai suatu perintah syariat pada seorang wanita muslimah maka ia segera taat, terima, dan tunduk (walau itu berat untuk dijalankannya). Dia tidak menyanggah, tidak membangkang, ataupun mencari alasan untuk tidak menerimanya.
Perhatikanlah cerita wanita mulia ini! Cerita tentang seorang pengantin wanita…

Adalah seorang laki-laki dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bernama Julaibib. Wajahnya sungguh tidak menarik dan miskin pula. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menawarinya menikah. Dia berkata (tidak percaya), “Kalau begitu, Anda menganggapku tidak laku?”
Beliau bersabda, “Tetapi kamu di sisi Allah bukan tidak laku.”
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa terus mencari kesempatan untuk menikahkan Julaibib…

Hingga suatu hari, seorang laki-laki dari Anshar datang menawarkan putrinya yang janda kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar beliau nikahi. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Ya. Wahai fulan! Aku akan menikahkan putrimu.”
“Ya, dan sungguh itu suatu kenikmatan, wahai Rasulullah,” katanya riang.
Namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Sesungguhnya aku tidak menginginkannya untuk diriku…”
“Lalu, untuk siapa?” tanyanya.
Beliau menjawab, “Untuk Julaibib…”
Ia terperanjat, “Julaibib, wahai Rasulullah?!! Tunggu dulu ya Rasulullah.. Biarkan aku meminta pendapat ibunya….”

Laki-laki itu pun pulang kepada istrinya seraya berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melamar putrimu.”
Dia menjawab, “Ya, dan itu suatu kenikmatan…”
“Menjadi istri Rasulullah!” tambahnya girang.
Dia berkata lagi, “Sesungguhnya beliau tidak menginginkannya untuk diri beliau.”
“Lalu, untuk siapa?” tanyanya.
“Beliau menginginkannya untuk Julaibib,” jawabnya.
Dia berkata, “Aku siap memberikan leherku untuk Julaibib… ! Tidak. Demi Allah! Aku tidak akan menikahkan putriku dengan Julaibib. Padahal, kita telah menolak lamaran si fulan dan si fulan…” katanya lagi.

Sang bapak pun sedih karena hal itu, dan ketika hendak beranjak menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam (untuk menyampaikan penolakannya), tiba-tiba putrinya (yang sejak tadi menguping) berteriak memanggil ayahnya dari kamarnya, “Siapa yang melamarkanku kepada kalian?”
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,” jawab keduanya.
Dia berkata, “Apakah kalian akan menolak perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?”
“Bawa aku menuju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sungguh, beliau tidak akan menyia-nyiakanku,” lanjut sang putri.

Sang bapak pun pergi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, seraya berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, terserah Anda. Nikahkanlah dia dengan Julaibib.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menikahkannya dengan Julaibib, serta mendoakannya,
“Ya Allah! Limpahkan kepada keduanya kebaikan, dan jangan jadikan kehidupan mereka susah.”

Tidak selang beberapa hari pernikahannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam keluar untuk berangkat dalam peperangan (jihad fisabilillah), dan Julaibib ikut serta bersama beliau. Setelah peperangan usai, dan para shahabat mulai saling mencari satu sama lain diantara mayat-mayat yang bergelimpangan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada mereka, “Apakah kalian kehilangan seseorang?” Mereka menjawab, “Kami kehilangan fulan dan fulan…”
Kemudian beliau bertanya lagi, “Apakah kalian kehilangan seseorang?” Mereka menjawab, “Kami kehilangan si fulan dan si fulan…”
Kemudian beliau bertanya lagi, “Apakah kalian kehilangan seseorang?” Mereka menjawab, “Kami kehilangan fulan dan fulan…”
Setelah semuanya selesai mencari, Rasulullah bersabda, “Aku kehilangan Julaibib…”

Mereka pun ramai-ramai mencari dan memeriksanya di antara orang-orang yang terbunuh. Tetapi mereka tidak menemukannya di arena pertempuran. Terakhir, mereka menemukannya di sebuah tempat terpisah yang tidak begitu jauh dari lokasi pertempuran. Mayat Julaibib ditemukan diantara tujuh mayat orang-orang musyrik. Dia telah membunuh mereka, kemudian akhirnya ia terbunuh juga.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri memandangi mayatnya, lalu berkata,”Dia membunuh tujuh orang lalu mereka membunuhnya. Dia membunuh tujuh orang lalu mereka membunuhnya. Dia dari golonganku dan aku dari golongannya.”

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membopongnya di atas kedua lengannya dan memerintahkan mereka agar menggali tanah untuk menguburnya.

Anas radhiallahu ‘anhu bertutur kisah tentang peristiwa itu, “Selama kami menggali kubur, tubuh Julaibib radhiallahu ‘anhu tidak memiliki alas kecuali kedua lengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga ia digalikan dan diletakkan di liang lahatnya.”

Anas radhiallahu ‘anhu berkata kemudian, “Demi Allah! Tidak ada di tengah-tengah orang Anshar yang lebih banyak berinfak daripada janda Julaibib (setelah wafatnya Julaibib, jandanya menerima begitu banyak rampasan perang sebagai hadiah penghargaan,). Kemudian, para tokoh pun berlomba melamar janda Julaibib …”

Sungguh ini sesuai dengan firman Allah subhanahu wata’ala,
“Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, mereka itu adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (An-Nur: 52).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah bersabda, sebagaimana dalam ash-Shahih, “Setiap umatku akan masuk surga kecuali yang enggan.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah yang enggan itu?” Beliau bersabda, “Barangsiapa taat kepadaku, maka ia masuk surga, dan barangsiapa mendurhakaiku berarti ia telah enggan.”

Minggu, 21 Juli 2013

Wafatnya Rosulullah, Bilal ngga bisa mengumandangkan Azhan

Bilal: Aku tidak Akan Mengumandangkan Azan Lagi

Pada waktu dhuha di hari Senin 12 Rabi’ul Awal 11 H (hari wafatnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam) masuklah putri beliau Fathimah radhiyallahu anha ke dalam kamar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, lalu dia menangis saat masuk kamar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Dia menangis karena biasanya setiap kali dia masuk menemui Rasullullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau berdiri dan menciumnya di antara kedua matanya, akan tetapi sekarang beliau tidak mampu berdiri untuknya. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda kepadanya: ”Mendekatlah kemari wahai Fathimah.” Beliaupun membisikkan sesuatu di telinganya, maka dia pun menangis. Kemudian beliau bersabda lagi untuk kedua kalinya:” Mendekatlah kemari wahai Fathimah.” Beliaupun membisikkan sesuatu sekali lagi, maka diapun tertawa.

Maka setelah kematian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, mereka bertanya kepada Fathimah : “Apa yg telah dibisikkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kepadamu sehingga engkau menangis, dan apa pula yang beliau bisikkan hingga engkau tertawa?” Fathimah  berkata: ”Pertama kalinya beliau berkata kepadaku: ”Wahai Fathimah, aku akan meninggal malam ini.” Maka akupun menangis. Maka saat beliau mendapati tangisanku beliau kembali berkata kepadaku:” Engkau wahai Fathimah, adalah keluargaku yg pertama kali akan bertemu denganku.” Maka akupun tertawa.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil Hasan dan Husain, beliau mencium keduanya dan berwasiat kebaikan kepada keduanya. Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil semua istrinya, menasehati dan mengingatkan mereka. Beliau berwasiat kepada seluruh manusia yang hadir agar menjaga shalat. Beliau mengulang-ulang wasiat itu.

Lalu rasa sakitpun terasa semakin berat, maka beliau bersabda:” Keluarkanlah siapa saja dari rumahku.” Beliau bersabda:” Mendekatlah kepadaku wahai ‘Aisyah!” Beliaupun tidur di dada istri beliau ‘Aisyah radhiyallahu anha. ‘Aisyah berkata:” Beliau mengangkat tangan beliau seraya bersabda:” Bahkan Ar-Rafiqul A’la bahkan Ar-Rafiqul A’la.” Maka diketahuilah bahwa disela-sela ucapan beliau, beliau disuruh memilih diantara kehidupan dunia atau Ar-Rafiqul A’la.

Masuklah malaikat Jibril alaihis salam menemui Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam seraya berkata:” Malaikat maut ada di pintu, meminta izin untuk menemuimu, dan dia tidak pernah meminta izin kepada seorangpun sebelummu.” Maka beliau berkata kepadanya:” Izinkan untuknya wahai Jibril.” Masuklah malaikat Maut seraya berkata:” Assalamu’alaika wahai Rasulullah. Allah telah mengutusku untuk memberikan pilihan kepadamu antara tetap tinggal di dunia atau bertemu dengan Allah di Akhirat.” Maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:” Bahkan aku memilih Ar-Rafiqul A’la (Teman yang tertinggi), bahkan aku memilih Ar-Rafiqul A’la, bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu :para nabi, para shiddiqiin, orang-orang yg mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah rafiq (teman) yang sebaik-baiknya.”

‘Aisyah menuturkan bahwa sebelum Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam wafat, ketika beliau bersandar pada dadanya, dan dia mendengarkan beliau secara seksama, beliau berdo’a:

“Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku dan susulkan aku pada ar-rafiq al-a’la. Ya Allah (aku minta) ar-rafiq al-a’la, Ya Allah (aku minta) ar-rafiq al-a’la.” Berdirilah malaikat Maut disisi kepala Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam- sebagaimana dia berdiri di sisi kepala salah seorang diantara kita- dan berkata:” Wahai roh yang bagus, roh Muhammad ibn Abdillah, keluarlah menuju keridhaan Allah, dan menuju Rabb yang ridha dan tidak murka.”

Sayyidah ‘Aisyah berkata:”Maka jatuhlah tangan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dan kepala beliau menjadi berat di atas dadaku, dan sungguh aku telah tahu bahwa beliau telah wafat.” Dia berkata:”Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, tidak ada yang kuperbuat selain keluar dari kamarku menuju masjid, yang disana ada para sahabat, dan kukatakan:” Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat.” Maka mengalirlah tangisan di dalam masjid. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu terduduk karena beratnya kabar tersebut, ‘Ustman bin Affan radhiyallahu anhu seperti anak kecil menggerakkan tangannya ke kanan dan kekiri. Adapun Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu berkata:” Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah meninggal, akan kupotong kepalanya dengan pedangku, beliau hanya pergi untuk menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa alaihis salam pergi untuk menemui Rabb-Nya.” Adapun orang yg paling tegar adalah Abu Bakar radhiyallahu anhu, dia masuk kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, memeluk beliau dan berkata:”Wahai sahabatku, wahai kekasihku, wahai bapakku.” Kemudian dia mencium Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan berkata : ”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”

Keluarlah Abu Bakar menemui manusia dan berkata:” Barangsiapa menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah wafat, dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati.” Maka akupun keluar dan menangis, aku mencari tempat untuk menyendiri dan aku menangis sendiri.”

Inna lillahi wainna ilaihi raji’un, telah berpulang ke rahmat Allah orang yang paling mulia, orang yg paling kita cintai pada waktu dhuha ketika memanas di hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H tepat pada usia 63 tahun lebih 4 hari. semoga shalawat dan salam selalu tercurah untuk Nabi kiat tercinta Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.

Langit Madinah kala itu mendung. Bukan mendung biasa, tetapi mendung yang kental dengan kesuraman dan kesedihan. Seluruh manusia bersedih, burung-burung enggan berkicau, daun dan mayang kurma enggan melambai, angin enggan berhembus, bahkan matahari enggan nampak. Seakan-akan seluruh alam menangis, kehilangan sosok manusia yang diutus sebagai rahmat sekalian alam. Di salah satu sudut Masjid Nabawi, sesosok pria yang legam kulitnya menangis tanpa bisa menahan tangisnya.

Waktu shalat telah tiba.

Bilal bin Rabah, pria legam itu, beranjak menunaikan tugasnya yang biasa: mengumandangkan adzan.

“Allahu Akbar, Allahu Akbar…”

Suara beningnya yang indah nan lantang terdengar di seantero Madinah. Penduduk Madinah beranjak menuju masjid. Masih dalam kesedihan, sadar bahwa pria yang selama ini mengimami mereka tak akan pernah muncul lagi dari biliknya di sisi masjid.

“Asyhadu anla ilaha illallah, Asyhadu anla ilaha ilallah….”

Suara bening itu kini bergetar. Penduduk Madinah bertanya-tanya, ada apa gerangan. Jamaah yang sudah berkumpul di masjid melihat tangan pria legam itu bergetar tak beraturan.

“Asy…hadu.. an..na.. M..Mu..mu..hammmad…”

Suara bening itu tak lagi terdengar jelas. Kini tak hanya tangan Bilal yang bergetar hebat, seluruh tubuhnya gemetar tak beraturan, seakan-akan ia tak sanggup berdiri dan bisa roboh kapanpun juga. Wajahnya sembab. Air matanya mengalir deras, tidak terkontrol. Air matanya membasahi seluruh kelopak, pipi, dagu, hingga jenggot. Tanah tempat ia berdiri kini dipenuhi oleh bercak-bercak bekas air matanya yang jatuh ke bumi. Seperti tanah yang habis di siram rintik-rintik air hujan.

Ia mencoba mengulang kalimat adzannya yang terputus. Salah satu kalimat dari dua kalimat syahadat. Kalimat persaksian bahwa Muhammad bin Abdullah adalah Rasul ALLAH.

“Asy…ha..du. .annna…”

Kali ini ia tak bisa meneruskan lebih jauh.

Tubuhnya mulai limbung.

Sahabat yang tanggap menghampirinya, memeluknya dan meneruskan adzan yang terpotong.

Saat itu tak hanya Bilal yang menangis, tapi seluruh jamaah yang berkumpul di Masjid Nabawi, bahkan yang tidak berada di masjid ikut menangis. Mereka semua merasakan kepedihan ditinggal Kekasih ALLAH untuk selama-lamanya. Semua menangis, tapi tidak seperti Bilal.

Tangis Bilal lebih deras dari semua penduduk Madinah. Tak ada yang tahu persis kenapa Bilal seperti itu, tapi Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu tahu.

Ia pun membebastugaskan Bilal dari tugas mengumandangkan adzan. Saat mengumandangkan adzan, tiba-tiba kenangannya bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkelabat tanpa ia bisa membendungnya. Ia teringat bagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memuliakannya di saat ia selalu terhina, hanya karena ia budak dari Afrika. Ia teringat bagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menjodohkannya. Saat itu Rasulullah meyakinkan keluarga mempelai wanita dengan berkata, “Bilal adalah pasangan dari surga, nikahkanlah saudari perempuanmu dengannya”.

Pria legam itu terenyuh mendengar sanjungan Sang Nabi akan dirinya, seorang pria berkulit hitam, tidak tampan, dan mantan budak.

Kenangan-kenangan akan sikap Rasul yang begitu lembut pada dirinya berkejar-kejaran saat ia mengumandangkan adzan. Ingatan akan sabda Rasul, “Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat.” lalu ia pun beranjak adzan, muncul begitu saja tanpa ia bisa dibendung.

Kini tak ada lagi suara lembut yang meminta istirahat dengan shalat. Bilal pun teringat bahwa ia biasanya pergi menuju bilik Nabi yang berdampingan dengan Masjid Nabawi setiap mendekati waktu shalat. Di depan pintu bilik Rasul, Bilal berkata, “Saatnya untuk shalat, saatnya untuk meraih kemenangan. Wahai Rasulullah, saatnya untuk shalat.”

Kini tak ada lagi pria mulia di balik bilik itu yang akan keluar dengan wajah yang ramah dan penuh rasa terima kasih karena sudah diingatkan akan waktu shalat. Bilal teringat, saat shalat ‘Ied dan shalat Istisqa’ ia selalu berjalan di depan. Rasulullah dengan tombak di tangan menuju tempat diselenggarakan shalat. Salah satu dari tiga tombak pemberian Raja Habasyah kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Satu diberikan Rasul kepada Umar bin Khattab, satu untuk dirinya sendiri, dan satu ia berikan kepada Bilal. Kini hanya tombak itu saja yang masih ada, tanpa diiringi pria mulia yang memberikannya tombak tersebut. Hati Bilal makin perih. Seluruh kenangan itu bertumpuk-tumpuk, membuncah bercampur dengan rasa rindu dan cinta yang sangat pada diri Bilal. Bilal sudah tidak tahan lagi. Ia tidak sanggup lagi untuk mengumandangkan adzan.

Abu Bakar tahu akan perasaan Bilal. Saat Bilal meminta izin untuk tidak mengumandankan adzan lagi, beliau mengizinkannya. Saat Bilal meminta izin untuk meninggalkan Madinah, Abu Bakar kembali mengizinkan. Bagi Bilal, setiap sudut kota Madinah akan selalu membangkitkan kenangan akan Rasul, dan itu akan semakin membuat dirinya merana karena rindu. Ia memutuskan meninggalkan kota itu. Ia pergi ke Damaskus bergabung dengan mujahidin di sana. Madinah semakin berduka. Setelah ditinggal al-Musthafa, kini mereka ditinggal pria legam mantan budak tetapi memiliki hati secemerlang cermin.

Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”

Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”

Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam wafat.”

Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan adzan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Radhiallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.

Jazirah Arab kembali berduka. Kini sahabat terdekat Muhammad shalallahu alaihi wasallam, khalifah pertama, menyusulnya ke pangkuan Ilahi. Pria yang bergelar Al-Furqan menjadi penggantinya. Umat Muslim menaruh harapan yang besar kepadanya. Umar bin Khattab berangkat ke Damaskus, Syria. Tujuannya hanya satu, menemui Bilal dan membujuknya untuk mengumandangkan adzan kembali. Setelah dua tahun yang melelahkan; berperang melawan pembangkang zakat, berperang dengan mereka yang mengaku Nabi, dan berupaya menjaga keutuhan umat; Umar berupaya menyatukan umat dan menyemangati mereka yang mulai lelah akan pertikaian. Umar berupaya mengumpulkan semua muslim ke masjid untuk bersama-sama merengkuh kekuatan dari Yang Maha Kuat. Sekaligus kembali menguatkan cinta mereka kepada Rasul-Nya.

Umar membujuk Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan. Bilal menolak, tetapi bukan Umar namanya jika khalifah kedua tersebut mudah menyerah. Ia kembali membujuk dan membujuk.

“Hanya sekali”, bujuk Umar. “Ini semua untuk umat. Umat yang dicintai Muhammad, umat yang dipanggil Muhammad saat sakaratul mautnya. Begitu besar cintamu kepada Muhammad, maka tidakkah engkau cinta pada umat yang dicintai Muhammad?” Bilal tersentuh. Ia menyetujui untuk kembali mengumandangkan adzan. Hanya sekali, saat waktu Subuh..

Hari saat Bilal akan mengumandangkan adzan pun tiba.

Berita tersebut sudah tersiar ke seantero negeri. Ratusan hingga ribuan kaum muslimin memadati masjid demi mendengar kembali suara bening yang legendaris itu.

“Allahu Akbar, Allahu Akbar…”

“Asyhadu anla ilaha illallah, Asyhadu anla ilaha illallah…”

“Asyhadu anna Muhammadarrasulullah…”



Sampai di sini Bilal berhasil menguatkan dirinya. Kumandang adzan kali itu beresonansi dengan kerinduan Bilal akan Sang Rasul, menghasilkan senandung yang indah lebih indah dari karya maestro komposer ternama masa modern mana pun jua. Kumandang adzan itu begitu menyentuh hati, merasuk ke dalam jiwa, dan membetot urat kerinduan akan Sang Rasul. Seluruh yang hadir dan mendengarnya menangis secara spontan.

“Asyhadu anna Muhammadarrasulullah…”

Kini getaran resonansinya semakin kuat. Menghanyutkan Bilal dan para jamaah di kolam rindu yang tak berujung. Tangis rindu semakin menjadi-jadi. Bumi Arab kala itu kembali basah akan air mata.

“Hayya ‘alash-shalah, hayya ‘alash-shalah…”

Tak ada yang tak mendengar seruan itu kecuali ia berangkat menuju masjid.

“Hayya `alal-falah, hayya `alal-falah…”

Seruan akan kebangkitan dan harapan berkumandang. Optimisme dan harapan kaum muslimin meningkat dan membuncah.

“Allahu Akbar, Allahu Akbar…”

Allah-lah yang Maha Besar, Maha Perkasa dan Maha Berkehendak. Masihkah kau takut kepada selain-Nya? Masihkah kau berani menenetang perintah-Nya?

“La ilaha illallah…”

Tiada tuhan selain ALLAH. Jika engkau menuhankan Muhammad, ketahuilah bahwa ia telah wafat. ALLAH Maha Hidup dan tak akan pernah mati.

Kesalahan dalam ibadah sahur

Beberapa Kesalahan dalam Ibadah Sahur yang sering terjadi

Waktu makan sahur Sahur yang paling utama telah dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Kami pernah makan sahur bersama Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian beliau berdiri shalat. Lalu aku bertanya, “Berapa lama jarak antara Adzan dan Sahur?” Beliau menjawab, “Sekadar membaca 50 ayat.” (HR. Bukhari dan Muslim) Hadits ini menunjukkan dianjurkannya mengakhirkan makan sahur sampai menjelang terbit fajar (beberapa saat sebelum masuk Shubuh). Jarak selesainya sahur Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan Zaid dengan pelaksanaan shalat keduanya sekadar seseorang membaca 50 ayat Al-Qur’an dengan bacaan sedang; tidak cepat dan tidak pula lambat. Ini menunjukkan bahwa waktu Shalat Shubuh sangat dekat dari waktu Imsak (seseorang mulai menahan makan dan minumnya).

Menyegerakan makan sahur pada pertengahan malam tidak dilarang, namun itu menyalahi sunnah. Karena sahur disebut demikian karena ia dilakukan pada waktu sahar, yakni di penghujung malam.

Jika seseorang makan sahur di pertengahan malan bisa jadi dia akan tertinggal dari shalat Shubuh karena tertidur. Tapi jika ia makan sahur di penghujung malam maka akan lebih berguna untuk puasanya dan mendorongnya tetap fit dalam aktifitasnya. Karena tujuan dari makan sahur adalah untuk memperkuat badan saat menjalankan puasa dan menjaga fitalitasnya. Oleh sebab itu, syariat menganjurkan untuk mengakhirkannya.

Orang yang terburu-buru makan sahur sehingga menjalankannya pada pertengahan malam telah melakukan beberapa kesalahan, antara lain:

Pertama: Mereka berpuasa sebelum waktunya, yakni memulai puasa setelah makan malam yang dianggap sebagai makan sahur, padahal itu makan malam. Orang yang melakukan ini ia telah memulai puasa jam 02.00 atau 03.00 malam.

Kedua: Mereka meninggalkan makan sahur, padahal makan sahur terdapat keberkahan padanya, sebagaimana hadits Shahih, “Makan sahurlah kalian, karena sesunggguhnya dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (Muttafaq ‘Alaih)

Ketiga: Meninggalkan shalat Shubuh berjamaah sehingga mereka bermaksiat kepada Allah dengan meninggalkan kewajiban shalat berjamaah.

Keempat: Boleh jadi mereka mengerjakan shalat Shubuh setelah lewat waktunya (kesiangan) karena begadang semalaman. Ini termasuk perbuatan dosa besar dan termasuk orang yang lalai dari shalat. (QS. Al-Maa’un: 4-5)

Semoga kita dimudahkan untuk mengambil waktu-waktu yang utama dalam ibadah Ramadhan ini, khususnya saat makan sahur. Sehingga kita sahur pada waktu utama sesuai dengan hikmah disyariatkannya makan sahur.

Kisah Abu nawas, Pemuda bertobat karena sebuah sandal


Ada-ada saja ulah Abu Nawas memang, tapi maksud dan tujuan sebenarnya baik yaitu menyadarkan orang-orang kaya yang sekampung dengannya agar selalu ingat kepada Alloh SWT. Agar mereka sadar dari perbuatan untuk memperkaya diri sendiri dengan cara apapun.

Berkat sandal ajaib ini, akhirnya salah seorang diantara mereka bertobat kepada Allah SWT. Yuk ikuti kisahnya.

Kampung tempat tinggal Abu Nawas lama kelamaan membuatnya merasa tak nyaman karena saking banyaknya umat Islam yang menumpuk-numpuk harta dengan menghalalkan segala cara. Otomatis hal ini membuat Abu Nawas gusar, karena sebagai seorang ulama, Abu Nawas berfikir bahwa hal itu bertentangan dengan ajaran islam.

Untuk menghentikan perbuatan buruk tersebut, Abunawas memutar otak mencari ide yang tepat untuk menyadarkan banyak orang.
Setelah berpikir panjang, akhirnya ia menemukan ide cemerlang yaitu ide sandal ajaib. Dengan mengambil peralatan sederhana, berangkatlah ia ke pasar untuk gelar tikar menjual sandal-sandal.

“Sandal ajaib…sandal ajaib….sandal ajaib,” kata Abunawas berkali-kali di pasar.
Sesaat kemudian muncullah salah seorang pemuda yang melihat-lihat barang dagangannya.
“Silahkan Tuan, mau mencari apa?” tanya Abunawas.
“Saya ingin mencari sandal yang bisa merubah hidupku yang miskin ini,” jawab pemuda itu.
“Apa maksud Tuan?” tanya Abunawas lagi.
“Saya ini sudah lama hidup miskin dan ingin sekali kaya raya. Saya ingin membeli barang yang bisa memberikan saya keberuntungan,” kata pemuda itu.

Sejurus kemudian Abunawas menunjukkan salah satu sandal ajaibnya. Ia mengatakan bahwa sandal itu akan membikin penggunanya dari tak punya menjadi orang yang punya. Karena tertarik, pembeli itu akhirnya jadi juga membeli sandal ajaib itu dengan harga yang lumayan mahal.

Si pemuda langsung saja memakai sandal ajaib itu berkeliling kampung dengan harapan semoga keberuntungan segera berpihak kepadanya. Akan tetapi, harapannya tak kunjung terwujud. Jangankan keberuntungan, si pemuda malah dikira pencuri di kampung tersebut. Untung saja para warga tak sampai menghakiminya.

Karena merasa tertipu, pemuda itu kembali lagi menemui Abu Nawas untuk protes.
“Assalamu’alaikum…” sapa pemuda itu.
“Wa’alaiukm salam…, eh ternyata Tuan, bagaimana kabar Tuan?” tanya Abu Nawas.
“Kabar jelek. Aku selalu ditimpa kemalangan gara-gara sandal ini. Padahal dulu engkau mengatakan kalau sandal ini bisa mendatangkan keberuntungan, bisa menjadi kaya dan terkenal, tapi mana buktinya?” protes si pembeli.

“Seingat saya, saya tidak pernah mengatakan seperti itu Tuan?” sergah Abu Nawas.
“Saya hanya mengatakan bahwa bila Tuan pada mulanya orang yang tidak punya, maka dengan membeli sandal ini Tuan akan menjadi orang yang punya. Buktinya sekarang Tuan sudah memiliki sandal ajaib ini,” kata Abu Nawas.

Pembeli Bertobat.
Begitu mendengar penuturan Abunawas, pemuda itu hanya bisa diam, ia menyadari bahwa dirinya sedang salah tafsir.
“Lalu mengapa engkau mengatakan bahwa sandal ini ajaib?” tanya pembeli.
“Karena merk sandal ini adalah ajaib, sandal ajaib,” jawab Abunawas.

Akhirnya pemuda itu pergi begitu saja tanpa sepatah katapun.
“Tunggu Tuan, saya ingin mengatakan sesuatu kepada Tuan. Mungkin saja akan ada manfaatnya,” kata Abu Nawas.

“Jangan percaya kepada barang ajaib, karena percaya pada sesuatu selain Allah SWT bisa membuat kita syirik dan akan mendapatkan kesusahan di dunia dan akhirat kelak. Buktinya sebagaimana yang Tuan alami ini, oleh karena itu, segeralah bertobat kepada Alloh SWT,” kata Abu Nawas.

Mendengar penuturan Abu Nawas, sepertinya pemuda itu menyadari kesalahannya. Ternyata banyak sekali hal-hal yang bisa membawa kepada perbuatan yang dimurkai Allah SWT.
Mulai saat itulah ia bertobat kepada Allah SWT.

Mengapa surat At-taubah tanpa basmalah

Keutamaan membaca nama Allah sebelum melakukan sesuatu tersebar di berbagai riwayat. Tapi seperti kita tahu, Surat At-Taubat dalam Al-Quran tidak dimulai dengan basmallah.

Ada beberapa pendapat soal ini.

Pertama, untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus melihat surat sebelumnya di dalam penyusunan ayat-ayat Al-Qur’an sekarang ini. Yaitu surat Al-Anfal. Berikut dua pendapat berkenaan dengan tiadanya “basmalah” dikaitkan dengan posisi surat.

Menurut Ubay bin Ka’ab, surat Al-Taubah tanpa basmalah karena ia didekatkan dengan surat Al-Anfal. Yang satu berkisah tentang orang-orang yang menepati janji dan kisah tentang perjanjian-perjanjian, sedangkan yang kedua bercerita tentang orang-orang yang melanggar janji. Pendapat kedua yang tidak sepenuhnya berbeda dari Utsman yang mengisahkan kemiripan cerita di antara kedua surat itu. Yang pertama orang yang terikat janji. Dan yang kedua (surat Al-Taubah) tentang orang-orang yang dilepaskan atas mereka janji.

Kedua, ada juga pendapat yang mengatakan, bahwa ayat itu turun untuk menunjukkan “lepasnya” perlindungan Allah dan Rasulnya dari orang-orang kafir dan musyrik. Dengan tiadanya perlindungan itu, maka dilarang bagi selain orang yang beriman untuk tawaf dan berputar di sekitar rumah Allah Swt.

Ketiga, pendapat berdasarkan riwayat dari beberapa sahabat. Hudzaifah di antaranya. Ia berkata: “Bagaimana mungkin ia disebut surat Al-Taubah? Ia lebih tepat disebut Surat azab.” Dari Said bin Jubair, ia berkata: aku bertanya pada Ibnu Abbas tentang surat Al-Taubah. Ibnu Abbas menjawab: “Itu surat yang menyingkap rahasia-rahasia. Tidak henti-hentinya ia turun, kecuali ada di antara rahasia kami yang diungkapnya. Sampai kami takut bahwa tiada (rahasia) yang tersisa dari seorang pun di antara kami. (semua keterangan di atas dinukil dari Tafsir Al-Tibyan, Syaikh Thusi, juz lima bagian surat Al-Taubah).

Berdasarkan keterangan-keterangan dari para sahabat itu, Surat Al-Taubah adalah Surat yang sangat ‘keras’. Ditujukan pada orang-orang kafir, tapi juga ditujukan pada sahabat-sahabat Nabi Saw. Konon, karena ‘keras’nya ayat-ayat di dalamnya, maka ia tidak diawali dengan nama Allah yang maha kasih maha sayang.

Meski Surat Al-Taubah tidak diawali dengan basmalah, dan manusia hanya mampu menangkap sedikit saja kemungkinan rahasianya, tetapi surat ini diakhiri dengan sangat indah. Setelah di awal berisi pelepasan, di tengah tersebar berbagai kecaman, di akhir surat itu dengan indah ditutup oleh sebuah ayat kebahagiaan. Ayat kasih sayang dan kerinduan.

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri. Berat terasa olehnya penderitaanmu. Ia sangat menginginkan kamu bahagia. Amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang yang beriman. Bil mu’miniina raa`ufur rahiim”

“Jika mereka berpaling maka katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tiada Tuhan selain Dia. Hanya kepadaNya aku bertawakkal, dan Dialah Tuhan yang memiliki ‘Arasy yang agung.”

warisan sunan kalijaga

Warisan Sunan Kalijaga Dalam Nyanyian

Ternyata lagu “gundul-2 pacul mempunyai filosofi yang dalam. Lagu Gundul gundul pacul ini konon diciptakan tahun 1400-an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yg dalam dan sangat mulia.

‘Gundul’ adalah kepala plonthos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala. jadi ‘gundul’ adalah kehormatan tanpa mahkota.

‘Pacul’ adalah cangkul (red, jawa) yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat. jadi pacul adalah lambang kawula rendah, kebanyakan petani.

‘Gundul pacul’ artinya adalah bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul untuk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya.

Orang Jawa mengatakan pacul adalah ‘Papat Kang Ucul’ (4 yg lepas). Kemuliaan seseorang tergantung 4 hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya.

1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat/masyarakat.

2.Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.

3.Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.

4.Mulut digunakan untuk berkata adil. Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya. ‘Gembelengan’ artinya besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.

Arti harafiahnya jika orang yg kepalanya sudah kehilangan 4 indera itu mengakibatkan:
GEMBELENGAN (congkak/sombong). NYUNGGI2 WAKUL (menjunjung amanah rakyat/orang banyAk) GEMBELENGAN ( sombong hati), akhirnya WAKUL NGGLIMPANG (amanah jatuh gak bisa dipertahankan)

SEGANE DADI SAK LATAR (berantakan sia2, gak bermanfaat bagi kesejahteraan orang banyak)

Subhanallah, dalam sekali maknanya..

makna lagu cublak suweng warisan sunan giri

Memahami Lagu Cublak Suweng Warisan Sunan Giri



Cublak-cublak suweng, suwenge teng gelenter,
mambu ketundhung gudel, pak empo lera-lere,
sopo ngguyu ndhelikake, Sir-sir pong dele kopong,
Sir-sir pong dele kopong, sir-sir pong dele kopong.
Lagu dolanan anak-anak di Jawa, karya Sunan Giri (1442M) ini berisi syair ‘sanepo’ (simbol) yg sarat makna, tentang nilai-nilai keutamaan hidup manusia.
Cublak-cublak suweng,

Cublak Suweng artinya tempat Suweng. Suweng adalah anting perhiasan wanita Jawa. Cublak-cublak suweng, artinya ada tempat harta berharga, yaitu Suweng (Suwung, Sepi, Sejati) atau Harta Sejati.
Suwenge teng gelenter,

Suwenge Teng Gelenter, artinya suweng berserakan. Harta Sejati itu berupa kebahagiaan sejati sebenarnya sudah ada berserakan di sekitar manusia.

Mambu ketundhung gudel,
Mambu (baunya) Ketundhung (dituju) Gudel (anak Kerbau). Maknanya, banyak orang berusaha mencari harta sejati itu. Bahkan orang-orang bodoh (diibaratkan Gudel) mencari harta itu dengan penuh nafsu ego, korupsi dan keserakahan, tujuannya untuk menemukan kebahagiaan sejati.
Pak empo lera-lere,

Pak empo (bapak ompong) Lera-lere (menengok kanan kiri). Orang-orang bodoh itu mirip orang tua ompong yang kebingungan. Meskipun hartanya melimpah, ternyata itu harta palsu, bukan Harta Sejati atau kebahagiaan sejati. Mereka kebingungan karena dikuasai oleh hawa nafsu keserakahannya sendiri.
Sopo ngguyu ndhelikake,

Sopo ngguyu (siapa tertawa) Ndhelikake (dia yg menyembunyikan). menggambarkan bahwa barang siapa bijaksana, dialah yang menemukan Tempat Harta Sejati atau kebahagian sejati. Dia adalah orang yang tersenyum-sumeleh dalam menjalani setiap keadaan hidup, sekalipun berada di tengah-tengah kehidupan orang-orang yang serakah.

Sir-sir pong dele kopong,
Sir (hati nurani) pong dele kopong (kedelai kosong tanpa isi). Artinya di dalam hati nurani yang kosong. Maknanya bahwa untuk sampai kepada menemu Tempat Harta Sejati (Cublak Suweng) atau kebahagiaan sejati, orang harus melepaskan diri dari atribut kemelekatan pada harta benda duniawi, mengosongkan diri, tersenyum sumeleh,rendah hati, tidak merendahkan sesama, serta senantiasa memakai rasa dan mengasah tajam Sir-nya atau hati nuraninya.

Pesan moral lagu dolanan “Cublak Suweng” adalah:
“Untuk mencari harta kebahagiaan sejati janganlah manusia menuruti hawa nafsunya sendiri atau serakah, tetapi semuanya kembalilah ke dalam hati nurani, sehingga harta kebahagiaan itu bisa meluber melimpah menjadi berkah bagi siapa saja ”.

Jumat, 19 Juli 2013

Perang yg pernah terjadi di zaman rosulullah

Perang Berikut Pernah Terjadi di Zaman Rasulullah

Selama Rasulullah saw diangkat menjadi Rasul, tidak pelak, beberapa perang dijalaninya. Perang, dalam Islam, bukan untuk membuat kerusakan sebagaimana yang banyak terhampar sekarang ini. Tapi lebih untuk menegakan kebenaran di muka bumi. Dalam setiap peperangan, bukti bahwa perang dalam Islam dilakukan sangat santun dan memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan yang tinggi, Rasul melarang kaum Muslimin untuk menyerang perempuan, anak kecil, dan anak kecil. Rasul bahkan melarang untuk merusak pepohonan. Sungguh luar biasa.

Berikut adalah peperangan yang dialami oleh Rasulullah saw.

PERANG BADAR

Inilah perang pertama yang dilakukan kaum muslimin. Sekaligus peristiwa paling penting bagi sejarah perkembangan da’wah Islam. Meski dengan kekuatan yang jauh lebih kecil dibanding kekuatan musuh, dengan pertolongan Allah, kaum muslimin berhasil menang menaklukkan pasukan kafir.

Rasulullah SAW berangkat bersama tigaratusan orang sahabat dalam perang Badar. Ada yang mengatakan mereka berjumlah 313, 314, dan 31 7 orang. Mereka kira-kira terdiri dari 82 atau 86 Muhajirin serta 61 kabilah Aus dan 170 kabilah Khazraj. Kaum muslimin memang tidak berkumpul dalam jumlah besar dan tidak melakukan persiapan sempurna. mereka hanya memiliki dua ekor kuda, milik Zubair bin Awwam dan Miqdad bin Aswad al-Kindi. Di samping itu mereka hanya membawa tujuh puluh onta yang dikendarai secara bergantian, setiap onta untuk dua atau tiga orang. Rasulullah saw sendiri bergantian mengendarai onta dengan Ali dan Murtsid bin Abi Murtsid Al-Ghanawi.

Sementara jumlah pasukan kafir Quraisy sepuluh kali lipat. Tak kurang seribu tiga ratusan prajurit. Dengan seratus kuda dan enam ratus perisai, serta onta yang jumlahnya tak diketahui secara pasti, dan dipimpin langsung oleh Abu Jahal bin Hisyam. Sedangkan pendanaan perang ditanggung langsung oleh sembilan pemimpin Quraisy. Setiap hari, mereka menyembelih sekitar sembilan atau sepuluh ekor unta.

PERANG UHUD

Kekalahan di Badar menanamkan dendam mendalam di hati kaum kafir Quraisy. Mereka pun keluar ke bukit Uhud hendak menyerbu kaum Muslimin. Pasukan Islam berangkat dengan kekuatan sekitar seribu orang prajurit, seratus diantaranya menggunakan baju besi, dan lima puluh lainnya menunggang kuda.

Di sebuah tempat bernama asy-Syauth, kaum muslimin melakukan shalat subuh. Tempat ini sangat dekat dengan musuh sehingga mereka bisa dengan mudah saling melihat. Ternyata pasukan musuh berjumlah sangat banyak. Mereka berkekuatan tiga ribu tentara, terdiri dari orang-orang Quraisy dan sekutunya. Mereka juga memiliki tiga ribu onta, dua ratus ekor kuda dan tujuh ratus buah baju besi.

Pada kondisi sulit itu, Abdullah bin Ubay, sang munafiq, berkhianat dengan membujuk kaum muslimin untuk kembali ke Madinah. Sepertiga pasukan, atau sekitar tiga ratus prajurit akhirnya mundur. Abdullah bin Ubay mengatakan, “Kami tidak tahu, mengapa kami membunuh diri kami sendiri?”

Setelah kemunduran tiga ratus prajurit tersebut, Rasulullah melakukan konsolidasi dengan sisa pasukan yang jumlahnya sekitar tujuh ratus prrajurit untuk melanjutkan perang. Allah memberi mereka kemenangan, meski awalnya sempat kocar-kacir.

PERANG MU’TAH

Perang Mu’tah merupakan pendahuluan dan jalan pembuka untuk menaklukkan negeri-negeri Nasrani. Pemicu perang Mu’tah adalah pembunuhan utusan Rasulullah bernama al-Harits bin Umair yang diperintahkan menyampaikan surat kepada pemimpin Bashra. Al-Harits dicegat oleh Syurahbil bin Amr, seorang gubernur wilayah Balqa di Syam, ditangkap dan dipenggal lehemya. Untuk perang ini, Rasulullah mempersiapkan pasukan berkekuatan tiga ribu prajurit. Inilah pasukan Islam terbesar pada waktu itu.

Mereka bergerak ke arah utara dan beristirahat di Mu’an. Saat itulah mereka memperoleh informasi bahwa Heraklius telah berada di salah satu bagian wilayah Balqa dengan kekuatan sekitar seratus ribu prajurit Romawi. Mereka bahkan mendapat bantuan dari pasukan Lakhm, Judzam, Balqin dan Bahra kurang lebih seratus ribu prajurit. Jadi total kekuatan mereka adalah dua ratus ribu prajurit.

PERANG AHZAB

Dua puluh pimpinan Yahudi bani Nadhir datang ke Makkah untuk melakukan provokasi agar kaum kafir mau bersatu untuk menumpas kaum muslimin. Pimpinan Yahudi bani Nadhir juga mendatangi Bani Ghathafan dan mengajak mereka untuk melakukan apa yang mereka serukan pada orang Quraisy. Selanjutnya mereka mendatangi kabilah-kabilah Arab di sekitar Makkah untuk melakukan hal yang sama. Semua kelompok itu akhirnya sepakat untuk bergabung dan menghabisi kaum muslimin di Madinah sampai ke akar-akarnya. Jumlah keseluruhan pasukan Ahzab (sekutu) adalah sekitar sepuluh ribu prajurit. Jumlah itu disebutkan dalam kitab sirah adalah lebih banyak ketimbang jumlah orang-orang yang tinggal di Madinah secara keseluruhan, termasuk wanita, anak-anak, pemuda dan orang tua. Menghadapi kekuatan yang sangat besar ini, atas ide Salman al-Farisi, kaum muslimin menggunakan strategi penggalian parit untuk menghalangi sampainya pasukan musuh ke wilayah Madinah.

PERANG TABUK

Romawi memiliki kekuatan militer paling besar pada saat itu. Perang Tabuk merupakan kelanjutan dari perang Mu’tah. Kaum muslimin mendengar persiapan besar-besaran yang dilakukan oleh pasukan Romawi dan raja Ghassan. Informasi tentang jumlah pasukan yang dihimpun adalah sekitar empat puluh ribu personil. Keadaan semakin kritis, karena suasana kemarau. Kaum muslimin tengah berada di tengah kesulitan dan kekurangan pangan.

Mendengar persiapan besar pasukan Romawi, kaum muslimin berlomba melakukan persiapan perang. Para tokoh sahabat memberi infaq fi sabilillah dalam suasana yang sangat mengagumkan. Utsman menyedekahkan dua ratus onta lengkap dengan pelana dan barang-barang yang diangkutnya. Kemudian ia menambahkan lagi sekitar seratus onta lengkap dengan pelana dan perlengkapannya. Lalu ia datang lagi dengan membawa seribu dinar diletakkan di pangkuan Rasulullah saw. Utsman terus bersedekah hingga jumlahnya mencapai sembilan ratus onta seratus kuda, dan uang dalam jumlah besar. Abdurrahman bin Auf membawa dua ratus uqiyah perak. Abu bakar membawa seluruh hartanya dan tidak menyisakan untuk keluarganya kecuali Allah dan Rasul-Nya. Umar datang menyerahkan setengah hartanya. Abbas datang menyerahkan harta yang cukup banyak. Thalhah, Sa’d bin Ubadah, dan Muhammad bin Maslamah, semuanya datang memberikan sedekahnya. Ashim bin Adi datang dengan menyerahkan sembilan puluh wasaq kurma dan diikuti oleh para sahabat yang lain.

Jumlah pasukan Islam yang terkumpul sebenarnya cukup besar, tiga puluh ribu personil. Tapi mereka minim perlengkapan perang. Bekal makanan dan kendaraan yang ada masih sangat sedikit dibanding dengan jumlah pasukan. Setiap delapan belas orang mendapat jatah satu onta yang mereka kendarai secara bergantian. Berulangkali mereka memakan dedaunan sehingga bibir mereka rusak. Mereka terpaksa menyembelih unta, meski jumlahnya sedikit, agar dapat meminum air yang terdapat dalam kantong air onta tersebut. Oleh karena itu, pasukan ini dinamakan jaisyul usrrah, atau pasukan yang berada dalam kesulitan.

shalat taraweh pada masa Amirul mukminin

Shalat tarawih adalah bagian dari shalat sunnah Al-Mu’akkadadah (shalat sunnah yang sangat disunnahkan). Sedangkan raka’at shalat tarawih adalah 20 rakaat tanpa witir, sebagaimana yang telah dikerjakan Umar dan mayoritas sahabat lainnya yang sudah disepakati oleh umatnya.

Bahkan ini sudah menjadi ijma’ sahabat dan semua ulama’ madzhab, Syafi’i, Hanafi, Hanbali dan mayoritas Madzhab Maliki. Karena dalam Madzhab Malikyi ini masih ada khilaf, seperti hadist yang diriwayatkan dari Imam Malik bin Anas ra, Imam darul Hijroh Madinah yang berpendapat bahwa shalat tararawih itu lebih dari 20 rakaat sampai 36 rakaat. Adapun hadist Malik bin Anas adalah sebagaimana berikut: Beliau berkata; “Saya dapati orang-orang melakukan ibadah malam di bulan Ramadhan ‘yakni shalat tarawih’ dengan tiga puluh sembilan raka’at yang tiga adalah shalat Witir.”

Imam Malik sendiri memilih 8 rakaat namun secara mayoritas Malikiyyah sesuai dengan pendapat mayoritas Syafi’iyyah, Hanabilah dan Hanafiyyah yang telah sepakat bahwa shalat tarawih adalah 20 raka’at, hal ini merupakan pendapat yang lebih kuat dan sempurna ijma’nya.



Shalat Tarawih Pada Masa Sahabat Abu Bakar

Umat Islam melaksanakan shalat tarawih sendiri-sendiri atau berkelompok sekitar 3, 4, dan atau 6 orang.

Pada masa Abu Bakar, shalat tarawih dengan satu imam di masjid belum ada, sehingga pada masa tersebut rakaat shalat tarawihpun belum ada ketetapan yang secara jelas, karena para shahabat ada yang melaksanakan shalat 8 rakaat kemudian menyempurnakan di rumahnya seperti pada keterangan di awal.



Shalat Tarawih Pada Masa Umar

Setelah Umar mengetahui umat Islam shalat tarawih sendiri-sendiri, barulah muncul dalam pikirannya untuk mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan shalat tarawih di dalam masjid dengan satu imam, sebagaimana keterangan di bawah ini:

“Dari Abi Hurairah ra, beliau berkata: “Rasulullah SAW keluar di bulan Ramadhan, beliau melihat banyak manusia yang melakukan shalat tarawih di sudut masjid, beliau bertanya, ‘Siapa mereka?’, kemudian dijawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai al-Qur’an (tidak bisa menghafal atau tidak hafal al-Qur’an), dan sahabat Ubay bin Ka’ab shalat mengimami mereka’. Lalu Nabi berkata: ‘Benar mereka itu, dan sebaik-baiknya perbuatan adalah yang mereka lakukan’,” (HR: Abu Dawud).

Kemudian Umar berinisiatif mengumpulkan para sahabat shalat tarawih dalam satu Masjid dengan satu imam. Sebagaimana keterangan:

“Dari ‘Abdirrohman bin ‘Abdil Qori’ beliau berkata; ‘Aku keluar bersama Umar bin Khatthab ra ke Masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih berbeda-beda. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjama’ah. Lalu Umar berkata: ‘Aku punya pendapat andai kata mereka aku kumpulkan dalam jama’ah satu imam, niscaya itu lebih bagus.’ Lalu beliau mengumpulkan mereka dengan seorang imam, yakni Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan shalat tarawih dengan berjama’ah di belakang satu imam. Umar berkata: ‘Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjama’ah)’,” (HR: Bukhari).

Dari sini sudah sangat jelas bahwa pertama kali orang yang mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan tarawih dengan cara berjama’ah adalah Umar, sedangkan jama’ah shalat tarawih pada waktu itu dilakukan dengan 20 rakaat. Sebagaimana keterangan:

Dari Yazid bin Ruman telah berkata: “Manusia senantiasa melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat,” (HR. Malik).

Yang dimaksud 23 rakaat adalah, melaksanakan shalat tarawih 20 rakaat dan witir. Dengan bukti hadist yang diriwayatkan Sa’ib bin Yazid:

“Dari Saaib bin Yazid berkata: “Para sahabat melaksanakan shalat (tarawih) pada masa Umar ra di bulan Ramadhan sebanyak 20 rakaat,” (HR. Al-Baihaqi).

Apakah Umar salah karena telah melakukan apa yang tidak dilakukan oleh Rasulullah?

“Sesungguhnya Allah telah menjadikan kebenaran melalui lisan dan hati Umar,” (HR. Turmudzi).  “Dari Hudzaifah ra ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda; ‘Ikutilah dua orang setelahku, yakni Abu Bakar dan Umar,” (HR. Turmudzi). (bulletin mashlahat)

Jumat, 12 Juli 2013

abu nawas lomba mimpi di bulan ramadhan


Pada suatu siang di bulan Ramadan, Abunawas didatangi oleh dua orang temannya yang tidak berpuasa. Mereka bersekongkol untuk ngerjai Abu Nawas.
Tibalah mereka di depan pintu rumah Abu Nawas. Setelah mengucapkan salam, tanpa basa basi lagi mereka mengajak Abu Nawas ngabuburit (mengisi waktu untuk menunggu berbuka puasa.

Sampailah mereka di warung nasi, dan teman-temannya membeli nasi untuk dibungkus. Abu Nawas mengira kalau teman-temannya sangat menghormati orang yang berpuasa meski mereka tidak puasa karena temannya tidak makan di warung tersebut, namun di bawa pulang.

Setelah itu, mereka pergi meninggalkan warung tersebut dan sampailah di rumah salah satu temannya. Begitu tiba berbuka puasa, Abu Nawas berkata,
“Wah, sudah waktunya berbuka.”
“Minum saja dulu biar batal puasamu,” kata temannya.
Abu Nawas pun segera minum dan selanjutnya menunggu. Teman mereka bilang,
“Silahkan shalat dulu, nanti ketinggalan shalat maghrib,” kata salah satu temannya.

Abu Nawas pun kemudian mengambil air wudhu dan menjalankan shalat maghrib. Namun apa yang terjadi, setelah shalat maghrib pun Abu Nawas belum bisa makan nasi karena temannya menyuruh agar mengaji Al Qur’an terlebih dahulu.
“Mengajilah Al Qur’an terlebih dahulu, mumpung perutmu masih kosong. Nanti kalau sudah kenyang kamu mengantuk,” kata teman Abu Nawas.

Abu Nawas merasa jengkel, seakan dikerjai oleh teman-temannya. Meski begitu Abu Nawas nurut dan mengaji Al Qur’an.
Setelah mengaji, Abu Nawas malah diajak lomba tidur. Siapa yang mimpinya paling indah maka dia berhak menyantap makanan.
“Abu Nawas, sekarang mari kita lomba tidur, esok pagi siapa yang mimpinya paling indah dia bisa makan makanan ini,” kata salah seorang temannya.

Abu Nawas mulai sadar kalau dirinya dikerjai teman-temannya.
Lomba tidur tersebut disanggupi oleh Abu Nawas dengan perasaan marah.
Pada esok paginya, mereka bertiga bangun. Salah satu temannya bercerita,
“Aku semalam mimpi indah sekali, mimpi punya mobil mewah, rumah mewah, pesawat pribadi dan punya uang banyak sekali.”
“Mimpimu indah, tapi egois sekali,” kata teman yang satunya.

Kemudian teman yang satunya lagi menceritakan mimpinya.
“Aku semalam bermimpi bahwa negeriku ini tidak punya hutang, infrastrukturnya bagus sekali, jalan-jalan yang mulus, pelabuhan-pelabuhan lancar, ongkos transportasi murah, rakyat sejahtera hingga aku tidak bertemu orang yang berhak menerima zakat.”
“Wah, mimpimu hebat,” kata temannya.
“Sekarang coba ceritakan mimpimu wahai Abu Nawas.”

Abu Nawas bercerita,
“Mimpiku biasa saja. Semalam aku bermimpi bertemu Nabi Daud as, Nabi yang gemar berpuasa. Beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari begitu terus tiap waktu. Kemudian Nabi Daud as bertanya,
“Apakah engkau sudah berbuka wahai Abu Nawas?”
Saya jawab belum, kata Abu Nawas.
Kemudian Nabi Daud as menyuruh aku berbuka puasa dahulu. Kontan saja aku cekatan bangun, mengambil makanan yang sudah kalian belikan.”

Mimpi Abu Nawas sangat disesali oleh kedua temannya.
Mereka kalah cerdik dengan akal Abu Nawas.
Niat untuk ngerjai, eh malah dikerjai Abu Nawas.




mengapa kamar mandi jadi rumah iblis


Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bercerita bahwa Iblis meminta tempat tinggal kepada Allah SWT seperti halnya Allah SWT memberikan tempat tinggal anak-anak Adam berada di bumi.

‘‘Ya Allah, adam dan keturunannya Engkau beri tempat tinggal di bumi, maka berilah pula aku tempat tinggal,’’ kata iblis.

Allah SWT berfirman; ‘‘Tempat tinggalmu adalah WC (kamar mandi atau jamban),’’ (HR. Bukhari).

Dari situlah kemudian iblis pun menggoda setiap orang yang memasuki rumahnya yang berupa kamar mandi, jamban atau WC.

Godaan iblis macam-macam dan aneka warna. Contohnya menggoda manusia agar;

Berlama-lama di dalam kamar mandi.Bernyanyi atau berkata-kata.Bermain-main air atau sesuatu yang lain (bawa ipod mendengarkan musik).Membisiki seseorang supaya kencing sambil berdiri.Membiarkan baju yang kotor tergantung dalam kamar mandi.Melupakan seseorang untuk berdoa ketika akan masuk atau keluar dari kamar mandi.Melakukan hal asusila.Melakukan Wudlu sambil telanjang.Mengcoret-coret dinding kamar mandi.Merencanakan kejahatan.

Maka, hati-hatilah sewaktu dalam WC atau kamar mandi. Dan tips yang baik adalah; lakukan mandi, buang air dll sewajarnya saja, lebih cepat lebih baik. (islampos)

Selasa, 02 Juli 2013

kesederhanaan Umar

Umar: Hidup Penuh Kekurangan atau Engkau Kembali ke Orang tuamu

Ketika mendengar suaminya menjadi khafilah baru, Fatimah sangat terkejut. Namun ia lebih terkejut ketika tahu kalau suaminya itu dikabarkan menolak segala fasilitas istana.

Umar bin Abdul Aziz memilih menunggang keledai untuk kendaraan sehari-hari, membatalkan acara pelantikan dirinya sebagai khalifah yang akan diadakan besar-besaran dan penuh kemewahan.

Sungguh Fatimah heran dan tidak percaya mendengar berita tersebut karena ia sangat mengenal siapa suaminya. Sosok yang sangat identik dengan kemewahan hidup mengapa secara tiba-tiba ia hendak berpaling dari kemewahan, padahal tampuk kekuasaan kaum muslimin baru saja di anugerahkan kepadanya?

Keterkejutannya semakin bertambah tatkala melihat suaminya pulang dari dari kota Damaskus, tempat ia dilantik sebagai khalifah umat islam. Suaminya terlihat lebih tua tiga tahun dibandungkan tiga hari yang lalu tatkala ia berangkat ke kota Damaskus. Wajahnya terlihat sangat letih, tubuhnya gemetaran dan layu karena menanggung beban yang teramat berat.

Dengan suara lirih Umar bin Abdul Aziz berkata dengan lembut dan penuh kasih-sayang kepada sang isteri tercinta, “Fatimah, isteriku…! Bukankah engkau telah tahu apa yang menimpaku? Beban yang teramat dipikulkan kepundakku, menjadi nakhoda bahtera yang dipenuhi, ditumpangi oleh umat Muhammad SAW. Tugas ini benar-benar menyita waktuku hingga hakku  terhadapmu akan terabaikan. Aku khawatir kelak engkau akan meninggalkanku apabila aku akan menjalani hidupku yang baru, padahal aku tidak ingin berpisah denganmu hingga ajal menjemputku.”

“Lalu, apa yang akan engkau lakukan sekarang?” tanya Fatimah.

“Fatimah…! Engkau tahu bukan, bahwa semua harta, fasilitas yang ada ditangan kita berasal dari umat Islam, aku ingin mengembalikan harta tersebut ke baitul mal, tanpa tersisa sedikitpun kecuali sebidang tanah yang kubeli dari hasil gajiku sebagai pegawai, disebidang tanah itu kelak akan kita bangun tempat berteduh kita dan aku hidup dari sebidang tanah tersebut. Maka jika engkau tidak sanggup dan tidak sabar terhadap rencana perjalanan hidupku yang akan penuh kekurangan dan penderitaan maka berterus-teranglah, dan sebaiknya engkau kembali ke orang tuamu!” jawab Umar bin Abdul Aziz.

Fatimah kembali bertanya,”Ya suamiku…apa yang sebenarnya membuat engkau berubah sedemikian rupa?”

“Aku memiliki jiwa yang tidak pernah puas, setiap yang kuinginkan selalu dapat kucapai, tetapi aku menginginkan sesuatu yang lebih baik lagi yang tidak ternilai dengan apapun juga yakni surga, surga adalah impian terakhirku,” jawab Umar bin Abdul Aziz lagi.

Aneh. Fatimah yang notabene merupakan wanita yang terbiasa hidup mewah, dengan fasilitas yang disediakan dan pelayanan yang super maksimal, tidak kecewa mendengar keputusan suaminya ia. Ia tidak menunjukan kekesalan dan keputus asaan. Justeru dengan suara yang tegar, mantap ia menegaskan, “Suamiku…! Lakukanlah yang menjadi keinginanmu dan aku akan setia disisimu baik dikala susah atau senang hinga maut memisahkan kita.”

Fatimah merupakan satu-satunya anak perempuan dari lima bersaudara putra khalifah daulah Abbasyiah yang bernama Abdul Malik bin Marwan. Layaknya putri raja, fatimah pun mendapatkan kehormatan dan segala fasilitas yang mewah, hidup dengan penuh kasih sayang dan dimanja oleh kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya. Kebahagiannya menjadi sempurna dengan dipersunting oleh seorang lelaki yang terbaik pada zamannya, dari keluarga yang terhormat yang bernama Umar bin Abdul Aziz, yang hidup penuh dengan keglamoran dan kemewahan meskipun demikian ia merupakan sosok yang relegius dan sangat amanah.

Fatimah yang agung itu menjadi pendukung pertama gerakan perubahan yang akan dilakukan oleh suaminya yakni gerakan kesederhanan para pemimpin dalam kehidupan, demi bakti dan keridaan sang suami yang tercinta. Ia rela meninggalkan kemewahan hidup yang selama ini dinikmatinya, semuanya dilakukan dengan penuh kesadaran, keikhlasan atas pondasi keimanan yang kuat.

Di rumahnya yang baru, Fatimah hidup dengan penuh kesederhanaan. Pakaian yang dikenakan, makanan yang disantap tanpa ada kemewahan dan kelezatan semuanya tidak jauh dengan rakyat biasa padahal status yang mereka sandang adalah raja dan ratu seluruh umat Islam masa itu.

Begitu sederhananya konsep kehidupan yang mereka terapkan, orang yang belum mengenal tidak menyangka bahwa mereka adalah pasangan penguasa umat islam kala itu. Diceritakan, suatu hari datanglah wanita Mesir untuk menemui khalifah di rumahnya. Sesampai di rumah yang ditunjukkan, ia melihat seorang wanita yang cantik dengan pakaian yang sederhana sedang memperhatikan seseorang yang sedang memperbaiki pagar rumah yang  dalam kondisi rusak.

Setelah berkenalan si wanita Mesir baru sadar bahwa wanita tersebut adalah Fatimah, isteri sang Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz. Tamu itu pun menanyakan sesuatu hal, “Ya Sayyidati…, mengapa engkau tidak menutup auratmu dari orang yang sedang memperbaiki pagar rumah engkau?” Seraya tersenyum Fatimah menjawab, “Dia adalah amirul mukminin Umar bin Abdul Aziz yang sedang engkau cari

keadilan Umar bin khattab

Umar bin Khattab Memberi Keadilan Pada Seorang Yahudi

Sejak menjabat gubernur, Amr bin Ash tidak lagi pergi ke medan tempur. Dia lebih sering tinggal di istana. Di depan istananya yang mewah itu ada sebidang tanah yang luas dan sebuah gubuk reyot milik seorang Yahudi tua.

“Alangkah indahnya bila di atas tanah itu berdiri sebuah mesjid,” gumam sang gubernur.

Singkat kata, Yahudi tua itu pun dipanggil menghadap sang gubernur untuk bernegosiasi. Amr bin Ash sangat kesal karena si kakek itu menolak untuk menjual tanah dan gubuknya meskipun telah ditawar lima belas kali lipat dari harga pasaran.

“Baiklah bila itu keputusanmu. Saya harap Anda tidak menyesal!” ancam sang gubernur.

Sepeninggal Yahudi tua itu, Amr bin Ash memerintahkan bawahannya untuk menyiapkan surat pembongkaran. Sementara si kakek tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis. Dalam keputusannya terbetiklah niat untuk mengadukan kesewenang- wenangan gubernur Mesir itu pada Khalifah Umar bin Khattab.

“Ada perlu apa kakek, jauh-jauh dari Mesir datang ke sini?” tanya Umar bin Khattab. Setelah mengatur detak jantungnya karena berhadapan dengan seorang khalifah yang tinggi besar dan full wibawa, si kakek itu mengadukan kasusnya. Padahal penampilan khalifah Umar amat sederhana untuk ukuran pemimpin yang memiliki kekuasaan begitu luas. Dia ceritakan pula bagaimana perjuangannya untuk memiliki rumah itu.

Merah padam wajah Umar begitu mendengar penuturan orang tua itu.

“Masya Allah, kurang ajar sekali Amr!” kecam Umar.

“Sungguh Tuan, saya tidak mengada-ada,” si kakek itu semakin gemetar dan kebingungan. Dan ia semakin bingung ketika Umar memintanya mengambil sepotong tulang, lalu menggores tulang itu dengan pedangnya.

“Berikan tulang ini pada gubernurku, saudara Amr bin Ash di Mesir,” kata sang Khalifah, Al Faruq, Umar bin Khattab.

Si Yahudi itu semakin kebingungan, “Tuan, apakah Tuan tidak sedang mempermainkan saya!” ujar Yahudi itu pelan.

Dia cemas dan mulai berpikir yang tidak-tidak.Jangan-jangan khalifah dan gubernur setali tiga uang, pikirnya. Di manapun, mereka yang mayoritas dan memegang kendali pasti akan menindas kelompok minoritas, begitu pikir si kakek. Bisa jadi dirinya malah akan ditangkap dan dituduh subversif.

Yahudi itu semakin tidak mengerti ketika bertemu kembali dengan Gubernur Amr bin Ash. “Bongkar masjid itu!” teriak Amr bin Ash gemetar. Wajahnya pucat dilanda ketakutan yang amat sangat. Yahudi itu berlari keluar menuju gubuk reyotnya untuk membuktikan sesungguhan perintah gubernur. Benar saja, sejumlah orang sudah bersiap-siap menghancurkan masjid megah yang sudah hampir jadi itu.

“Tunggu!” teriak sang kakek. “Maaf, Tuan Gubernur, tolong jelaskan perkara pelik ini. Berasal dari apakah tulang itu? Apa keistimewaan tulang itu sampai-sampai Tuan berani memutuskan untuk membongkar begitu saja bangunan yang amat mahal ini. Sungguh saya tidak mengerti!” Amr bin Ash memegang pundak si kakek, “Wahai kakek, tulang itu hanyalah tulang biasa, baunya pun busuk.”

“Tapi…..” sela si kakek.

“Karena berisi perintah khalifah, tulang itu menjadi sangat berarti.

Ketahuilah, tulang nan busuk itu adalah peringatan bahwa berapa pun tingginya kekuasaan seseorang, ia akan menjadi tulang yang busuk. Sedangkah huruf alif yang digores, itu artinya kita harus adil baik ke atas maupun ke bawah. Lurus seperti huruf alif. Dan bila saya tidak mampu menegakkan keadilan, khalifah tidak segan-segan memenggal kepala saya!” jelas sang gubernur.

“Sungguh agung ajaran agama Tuan. Sungguh, saya rela menyerahkan tanah dan gubuk itu. Dan bimbinglah saya dalam memahami ajaran Islam!” tutur si kakek itu dengan mata berkaca-kaca.

Minggu, 30 Juni 2013

7 makanan penambah daya ingat

Anda Pelupa? Konsumsilah 7 Makanan Pendongkrak Daya Ingat Ini!


Anda masih muda tapi sudah sangat pelupa? Wah, kalau begitu artikel dibawah ini dapat membantu Anda!

Setiap orang ingin memiliki daya ingat yang tajam. Semakin Anda bertambah usia, sangat penting bagi untuk memperhatikan asupan makanan yang Anda konsumsi untuk menjaga kemampuan mental. Untungnya, 7 makanan dibawah ini dapat membantu meningkatkan memori Anda.


1. Walnut
Walnuts atau kenari sering dianggap sebagai makanan bagi otak. Bukan hanya karena bentuknya yang seperti otak, tapi karena walnut juga merupakan sumber asam alfalinolenat yang sangat baik, yaitu jenis lemak omega 3 yang digunakan tubuh untuk membuat DHA yang diperlukan untuk meningkatkan memori. Walnut juga mengandung antioksidan yang disebut asam ellagic, yang membantu melindungi otak dari kerusakan radikal bebas.

2. Minyak kelapa
Minyak kelapa adalah jenis makanan sempurna karena mengandung asam lemak rantai menengah yang berlimpah. Kandungan ini merupakan sumber energi yang luar biasa bagi otak. Gunakan sekitar 20 ml minyak kelapa perhari untuk untuk ditambahkan pada minuman atau dicampurkan pada yoghurt Anda. Minyak kelapa juga sehat jika digunakan untuk memasak asalkan Anda tidak memasaknya dengan suhu yang tinggi karena akan merubahnya menjadi lemak trans.

3. Telur
Telur adalah salah satu makanan terbaik penghasil kolin, yaitu nutrisi penting yang digunakan untuk memproduksi asetilkolin, suatu neurotransmitter yang membantu dalam peningkatan memori.

4. Teh hijau
Masyarakat di Cina telah lama percaya bahwa minum teh hijau baik untuk daya ingat. Ini dikarenakan teh hijau alami banyak mengandung zat kimia EGCG (epigallocatechin gallate-3), yang merupakan antioksidan kuat. Menurut penelitian yang dikeluarkan oleh Molecular Nutrition & Food Research, EGCG bermanfaat untuk memerangi penyakit degeneratif yang berkaitan dengan usia, termasuk meningkatkan fungsi kognitif dan memori. Minum 3 cangkir teh hijau organik setiap hari untuk mendorong kemampuan daya ingat Anda.

5. Rosemary
Secara tradisional, rosemary telah digunakan untuk meningkatkan memori. Minyak esensial rosemary juga sering digunakan dalam aromaterapi yang berfungsi untuk meningkatkan memori dengan mengurangi kecemasan dan menurunkan kadar kortisol.

6. Minyak ikan
Salmon, sardin, dan ikan berminyak lainnya kaya akan DHA (docosahaexaenoidacid), jenis asam lemak omega 3 yang berperan penting mengoptimalkan kinerja otak dan memori. Minyak ikan ini akan menjaga selaput sel otak menjadi fleksibel sehingga pesan memori dapat mengalir dengan mudah melalui sel-sel. Makan ikan tiga kali seminngu dan mengonsumsi minyak ikan yang berkualitas baik akan membantu meningkatkan memori Anda.

7. Buah beri
Makan lebih banyak buah! Menurut sebuah makalah yang diterbitkan dalam Annals of Neurology, wanita yang memiliki asupan tinggi buah dalam diet mereka akan mengalami tingkat kehilangan memori yang lebih lambat. Buah beri mengandung anthocyanidins dan flavonoid yang tinggi. Masing-masing berkaitan dengan penurunan kognitif tingkat rendah. Konsumsilah setengah cangkir blueberry atau 1 cangkir stroberi setiap minggu. Semakin banyak buah yang dimakan, semakin baik.

So, bagi Anda yang pelupa, mulai sekarang pastikan Anda mengonsumsi makanan diatas ya! Selamat mencoba. (duniafitnes)

Sabtu, 29 Juni 2013

dua waktu yang dilarang tidur

Dua Waktu Tidur yang Di Larang Rasulullah SAW


Tidur menjadi sesuatu yang esensi dalam kehidupan kita. Karena dengan tidur, kita menjadi segar kembali. Tubuh yang lelah, urat-urat yang mengerut, dan otot-otot yang dipakai beraktivitas seharian, bisa meremaja lagi dengan melakukan tidur.

Dalam Islam, semua perbuatan bisa menjadi ibadah. Begitu pula tidur, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dalam Al-Quran, Allah swt pun menyuruh kita untuk tidur. Namun, ternyata ada dua waktu tidur yang dianjurkan oleh Rasulullah untuk tidak dilakukan.

1. Tidur di Pagi Hari Setelah Shalat Shubuh

Dari Sakhr bin Wadi’ah Al-Ghamidi radliyallaahu ‘anhu bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

”Ya Allah, berkahilah bagi ummatku pada pagi harinya” (HR. Abu dawud 3/517, Ibnu Majah 2/752, Ath-Thayalisi halaman 175, dan Ibnu Hibban 7/122 dengan sanad shahih).

Ibnul-Qayyim telah berkata tentang keutamaan awal hari dan makruhnya menyia-nyiakan waktu dengan tidur, dimana beliau berkata :

“Termasuk hal yang makruh bagi mereka - yaitu orang shalih - adalah tidur antara shalat shubuh dengan terbitnya matahari, karena waktu itu adalah waktu yang sangat berharga sekali. Terdapat kebiasaan yang menarik dan agung sekali mengenai pemanfaatan waktu tersebut dari orang-orang shalih, sampai-sampai walaupun mereka berjalan sepanjang malam mereka tidak toleransi untuk istirahat pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Karena ia adalah awal hari dan sekaligus sebagai kuncinya. Ia merupakan waktu turunnya rizki, adanya pembagian, turunnya keberkahan, dan darinya hari itu bergulir dan mengembalikan segala kejadian hari itu atas kejadian saat yang mahal tersebut. Maka seyogyanya tidurnya pada saat seperti itu seperti tidurnya orang yang terpaksa” (Madaarijus-Saalikiin 1/459).

2. Tidur Sebelum Shalat Isya’

Diriwayatkan dari Abu Barzah radlyallaahu ‘anhu : ”Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membenci tidur sebelum shalat isya’ dan mengobrol setelahnya” (HR. Bukhari 568 dan Muslim 647).

Mayoritas hadits-hadits Nabi menerangkan makruhnya tidur sebelum shalat isya’. Oleh sebab itu At-Tirmidzi (1/314) mengatakan : “Mayoritas ahli ilmu menyatakan makruh hukumnya tidur sebelum shalat isya’ dan mengobrol setelahnya. Dan sebagian ulama’ lainnya memberi keringanan dalam masalah ini. Abdullah bin Mubarak mengatakan : “Kebanyakan hadits-hadits Nabi melarangnya, sebagian ulama membolehkan tidur sebelum shalat isya’ khusus di bulan Ramadlan saja.”

Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul-Baari (2/49) : “Di antara para ulama melihat adanya keringanan (yaitu) mengecualikan bila ada orang yang akan membangunkannya untuk shalat, atau diketahui dari kebiasaannya bahwa tidurnya tidak sampai melewatkan waktu shalat. Pendapat ini juga tepat, karena kita katakan bahwa alasan larangan tersebut adalah kekhawatiran terlewatnya waktu shalat.”

Sekarang anda mempunyai Dua pilihan
1. Biarkan Tulisan ini berada di page ini supaya orang lain tidak membaca.
2. menyebarkan ke Teman yang lain dengan klik
‘Bagikan’ supaya orang lain ikut terinpirasi dan Inysaallah mendapat pahala

Mengapa Doa Ibu Mampu Menembus Langit?


Bukanlah tidak mungkin jika sangatlah banyak orang orang sukses di seluruh dunia ini lantaran mempunyai hubungan yang baik dengan kedua orang tuanya terlebih kepada ibu. Kenapa? Karena ridha Allah ialah ridha orang tua, dan doa ibu itu sungguh tanpa hijab di hadapan Allah mudah menembus langit. Sehingga doa seorang ibu yang ia dipanjatkan untuk anaknya boleh jadi sangat mudah untuk Allah kabulkan.

Mungkin sebagian orang masih tidak sadar bahwa kemungkinan kesuksesan-kesuksesannya selama ini adalah buah dari doa seorang ibu kepada Allah tanpa ia ketahui. Dan seorang ibu itu tanpa disuruh pasti akan selalu mendoakan anaknya di tiap nafasnya kala bermunajat kepada Allah. Tapi seorang anak belum tentu selalu berdoa untuk orang tuanya.

Barangkali juga kita suka mengeluh tentang sifat buruk orang tua, entah karena ibu nya cerewet, suka ikut campur, suka nyuruh-nyuruh, tidak gaul dan lain sebagainya. Jika seperti ini maka tragis. Kenapa tragis? Karena terlalu fokus dengan secuil kekurangan orang tua dan melupakan segudang kebaikan yang telah diberikan kepada kita selama ini.

Di luar sana mungkin ada orang-orang di pinggir jalanan, di bawah kolong jembatan dan di tempat lainnya mereka juga suka mengeluh, tapi yang mereka keluhkan ialah bukan karena sifat orang tua atau ibu mereka, tapi mereka mengeluh karena mereka tidak punya lagi orang tua.

Bersyukurlah jika masih mempunyai orang tua. Jika ingin tahu rasanya tidak punya ibu, coba tanyakan kepada mereka yang ibu nya telah tiada. Mungkin perasaan mereka sangat sedih dan kekurangan motivasi dalam hidup.

Coba bayangkan jika kita tidak punya ibu, ketika kita akan pergi ke luar rumah untuk sekolah atau bekerja, tidak ada lagi tangan yang bias kita cium. Jika tidak punya ibu mungkin tidak ada lagi makanan yang tersedia di meja makan saat kita pulang. Jika kita tidak punya ibu lagi ketika hari lebaran rumah terasa sepi dan lebaran terasa tanpa makna. Jika kita tidak punya ibu barangkali kita hanya bisa membayangkan wajah tulusnya di pikiran kita dan melihat baju-bajunya di lemarinya.

Banyak di antara kita suka mengeluh tentang sifat negatif ibu kita, tapi kita tidak pernah berfikir mungkin hampir setiap malam ibu kita di keheningan sepertiga malam bangun untuk shalat tahajud mendoakan kita sampai bercucuran air mata agar sukses dunia dan akhirat.

Mungkin di suatu malam beliau pernah mendatangi kita saat tidur dan mengucap dengan bisik “nak, maafkan ibu ya… ibu belum bisa menjadi ibu yang baik bagimu” kita mungkin juga lupa di saat kondisi ekonomi rumah tangga kurang baik, ibu rela tidak makan agar jatah makannya bisa dimakan anaknya. Ketika kita masih kecil ibu kira rela tidur dan lantai dan tanpa selimut, agar kita bisa tidur nyaman di kasur dengan selimut yang hangat.

Setelah semua pengorbanan telah diberikan oleh ibu kita selama ini, lalu coba renungkan apa yang kita perbuat selama ini kepada ibu kita? Kapan terakhir kita membuat dosa kepadanya? Kapan terakhir kita membentak-bentaknya? Pantaskah kita membentak ibu kita yang selama Sembilan bulan mengandung dengan penuh penderitaan? Oleh karena itu maka berusahalah untuk berbakti kepada orang tuamu khususnya kepada Ibumu. Karena masa depan kita ada di desah doa-doanya setiap malam. Dan ingat perilaku kita dengan orang tua kita saat ini akan mencerminkan perilaku anak kita kepada diri kita nanti.

Dan doa ibu itu mampu menembus langit, sangat mustajab di hadapan Allah. maka muliakanlah ibumu. (inspirasimotivasi)